Tampilkan postingan dengan label Konseling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Konseling. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Mei 2011

Processing non-literal sentences in comprehending language

 The phrase we hear is not always reveal the meaning of each combination of words in the sentence. It often happens that the meaning of an element of A is compared with element B can not in search of the meaning of A and B. collocation between A and B rather than bring meaning but the meaning of AB is C. It Similarly, we often use what is called a metaphor, ie, a phrase which equates something (which is generally called a topic) with something else (which is called the a vehicle), although both are not the same. Old-fashioned phrases such as: bibirnya seperti delima merekah , rambutnya bagai mayang terurai and modern expression is sutan takdir adalah dewa dalam budaya dan sastra bangsa that does not have a literal meaning. We must know the delima merekah dan mayang terurai and was like what in the perception of what caused it. Similarly Sutan Alisjahbana certainly not gods. After that, then we know the intended meaning: delima merekah dan mayang terurai in the think of it beautiful, think of it being the god of wisdom who knows all, and so on. Therefore, bibir or rambut gadis is a beautiful one who knows a lot about literature  and culture of Indonesia. 
           The phrase idioms, metaphors and indirect questions like this we must also understand correctly. The question that arises is how we understand a sentence like this. The answer to this there has been no satisfactory. Some theories state that there are three stages in the processing. First we give a literal response to every word coming first. So when I heard the word trash, then all matters related to this word in our minds: {- animate}, {object}, {human} and so on. Similarly, when we hear the word tong. Then we give literal meaning to the words we hear it. In our example, we give literal meaning to the tongseng. Apparently collocation between the tong and seng, more so in the context he again ate tongseng, do not make sense. Because the knock on the interpretation of this kind then we go into the third processing stage, namely to find another meaning beyond the literal meaning of the impossible. 

Selasa, 26 April 2011

TAHAPAN PROSES KONSELING


Adapun teknik-teknik yang dipakai dalam membentuk dan menyelenggarakan proses konseling pada umumnya disebut teknik umum. Sedangkan teknik khusus yaitu teknik-teknik yang diterapkan untuk membina kemampuan tertentu pada diri klien.

Terdapat tujuh langkah proses konseling dan psikoterapi yang dijelaskan dalam Brammer and Shostrom, yaitu:

 Tahap 1: membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien
Tujuan tahap ini adalah memungkinkan klien merumuskan dan mengemukakan masalahnya dan mengetahui sejauh mana klien menyadari perlunya bantuan dan menyiapkan dirinya dalam proses konseling. Klien pada tingkat awal seringkali merasakan tidak kuat memikul masalah yang dihadapinya. Klien mungkin saja akan menyalahkan orang lain, atau pola berpikirnya. Jarang sekali mereka dapat membuat suatu komitmen dengan sengaja dalam memecahkan masalahnya dengan cara yang bertanggung jawab. Strategi yang dapat digunakan: menyambut klien dengan hangat, mengikuti pernyataan klien dan mengamati secara tidak langsung pesan-pesan melalui tingkah laku non-verbal, selanjutnya membantu klien menjelaskan inti masalah yang dialaminya. Sangat penting untuk menyadari bahwa klien pada awalnya merasa ragu-ragu dalam mengambil suatu bentuk usaha konseling sejak ini mereka melibatkan dirinya untuk mengadakan perubahan.
 Tahap 2: membina hubungan

Tujuan dari tahap ini adalah membangun suatu hubungan yang ditandai oleh adanya kepercayaan klien atas dasar kejujuran dan keterbukaan. Strategi dari proses ini sebagian besar bergantung dengan sampai sejauh mana para konselor dapat memanfaatkan diri sendiri dan meningkatkan keterampilan yang dimilikinya dalam menerapkan teknik-teknik hubungan seperti mendengarkan serta merefleksikan. Suksesnya konseling ditentukan oleh: keahlian, kemenarikan dan layak untuk dipercayai.

 Tahap 3: menetapkan tujuan konseling dan menjelajahi berbagai alternative yang ada
Tujuan dari tahap ini adalah membahas bersama klien apa yang diinginkannya dalam proses konseling. Klien diajak untuk merumuskan tujuan berkaitan dengan permasalahannya. Pembicaraan ini dapat mencegah adanya kemungkinan beberapa tujuan yang kurang realistis dan timbulnya bermacam-macam harapan oleh karena kegagalan, dimana konselor memiliki pandangan yang kuat untuk mengubah tingkah laku klien atau membahagiakannya. Tujuan prose yang lainnya ialah untuk memperoleh suatu pemahaman yang jelas siapa klien itu sesungguhnya. 

 Tahap 4: bekerja dengan masalah dan tujuan
Tujuan dari tahap ini adalah ditentukan oleh masalah klien, pendekatan dan teori yang digunakan konselor, keinginan klien dan gaya komunikasi yang dibangun oleh keduanya. Beberapa kegiatan dalam tahap ini: klarifikasi sifat dasar masalah dan memilih strategi, proses problem solving, penyelidikan perasaan klien lebih jauh, nilai dan batas pengekspresian perasaan, mengekpresikan perasaan dalam model aktualisasi.
 Tahap 5 : Membangkitkan kesadaran klien untuk berubah

Pada tahap kelima ini hal yang penting konselor mulai bekerja dari pembahasan perasaan sampai memiliki kesadaran, hal ini bertujuan untuk membantu klien memperoleh kesadaran yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan mereka selama mengikuti proses konseling. Bermacam-macam istilah telah dipergunakan untuk menggambarkan langkah ini, tetapi istilah yang paling sesuai adalah mempermudah kesadaran. Kesadaran diartikan pengetahuan diri (self knowledge) dari apa yang dilihat, didengarkan, dan dirasakan oleh seseorang. Proses melibatkan peristiwa yang dialaminya kembali dan melihat peristiwa kehidupan seseorang dalam suatu rangkaian yang berbeda-bedadengan lebih jelas, lebih terintegrasi dan lebih luas daripada sebelumnya.
 Tahap 6 : merencanakan arah kegiatan

Tujuannya adalah membantu klien untuk menempatkan ide-ide dan kesadaran baru yang ditemukan ke dalam tindakan kehidupan sesungguhnya dalam rangka mengaktualisasikan model dan untuk menemukan ide-ide baru dan kesadaran ke dalam kegiatan yang nyata dalam hidupnya.
 Tahap 7 : Evaluasi hasil dan mengakhiri konseling

Kriteria utama keberhasilan konseling dan indikator kunci mengakhiri proses konseling dan terapi adalah sejauh mana klien mencapai tujuan konseling. Bagi mereka yang berkecimpung dalam profesi menolong orang lain, ada kecenderungan alamiah untuk terlalu terbenam dalam upaya menolong orang. Mereka melaksanakan tugas mereka dengan keyakinan bahwa mereka harus berusaha memecahkan setiap masalah klien dan memberi kepastian hidup bagi orang-orang yang mencari pertolongan mereka. Keyakinan dan sikap ini tidak begitu bermanfaat sebab dapat sangat membebani si penolong. Sikap ini juga meremehkan posisi klien karena ia terpaksa merasa harus ditolong sepenuhnya. Lebih baik berpandangan bahwa orang-orang yang bermasalah tidak butuh mendapatkan "kepastian". Demikian juga tidak selalu bahwa mereka menginginkan masalah-masalah mereka dipecahkan.

    Dalam semua proses yang dikemukakan, konselor sangat dibutuhkan keterlibatannya untuk membantu pengembangan pemahaman diri klien dalam beberapa masalah tertentu. Konselor dan klien akan bekerja bersama-sama dalam mengadakan sintesis proses penilaian dan klien secara individual mengkaji ke dalam suatu rencana kegiatan atau pilihan. 

Konseling

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalah. Dapat diartikan juga bahwa konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.

Ada berbagai macam teori yang dapat digunakan sebagai landasan oleh seorang konselor yang melakukan konseling. Dalam hal ini akan diuraikan beberapa macam pendekatan, antara lain pendekatam psikoanalitik, pendekatan Eksistensial-Humanistik, pendekatan Client-Centered, pendekatan Gestalt, pendekatan analisis transaksional, pendekatan tingkah laku (behavioral), pendekatan rasional emotif dan pendekatan realitas. Adapun tahapan proses konseling yaitu membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien, membina hubungan, menetapkan tujuan konseling dan menjelajahi berbagai alternative yang ada, bekerja dengan masalah dan tujuan, membangkitkan kesadaran klien untuk berubah, merencanakan arah kegiatan, dan  evaluasi hasil dan mengakhiri konseling

Senin, 25 April 2011

JENIS-JENIS PENDEKATAN DALAM KONSELING


    Ada berbagai macam teori yang dapat digunakan sebagai landasan oleh seorang konselor yang melakukan konseling. Dalam hal ini akan diuraikan beberapa macam pendekatan, antara lain:

a.    Pendekatan Psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik menekankan pentingnya riwayat hidup klien (perkembanan psikoseksual), pengaruh dari impuls-impuls genetik (instink), pengaruh dari pengalaman dini kepada kepribadian individu. Manusia pada dasarnya ditentukan dari energi psikis dan pengalaman dini. Motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang. Pedekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui anlisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi.

b.    Pendekatan Eksistensial-Humanistik
Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar dan kecenderungan untuk mengaktualkan diri. Pendekatan ini membantu individu untuk meningkatkan pemahaman diri melalui mengalami perasaan-perasaan mereka, memfokuskan pada individu sebagai pembuat keputusan dan pencetus pertumbuhan dan perkembangan diri mereka sendiri.

c.    Pendekatan Client-Centered
Pendekatan ini memandang manusia secara positif bahwa manusia memiliki suatu kecenderungan ke arah berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan konseling, klien mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Klien mengaktualkan potensi dan bergerak ke arah peningkatan kesadaran, spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan keterarahan.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Albert Ellis yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasioanal dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat.

h.    Pendekatan Realitas
Pendekatan realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan antideterministik. Pendekatan realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Pendekatan realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan ketersendirian. Maka jelaslah bahwa pendekatan realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia, tetapi dibangun di atas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menetukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing individu memikul tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.

PENGERTIAN KONSELING


Berikut ini dikemukakan beberapa definisi konseling. Shertzer dan Stone (1980) telah membahas berbagai definisi yang terdapat di dalam literatur tentang konseling. Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.

Adapun konseling menurut Prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara/ konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.

ASCA (American School Counselor Assosiation) mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalah.

Menurut sebagian tokoh, Pietrofesa dan kawan-kawan  ciri-ciri konseling profesional sebagai berikut:
a.    Konseling merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya itu.

b.    Dalam hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari ketrampilan pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru.

c.    Hubungan profesinal itu dibentuk bedasarkan kesukarelaan antara klien dan konselor.
Berbagai pengertian konseling dari beberapa tokoh dapat diuraikan beberapa generalisasai yang menggambarkan karakteristik utama kegiatan konseling, yaitu:

Ø    Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna bantuan itu sendiri, yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.

Ø    Hubungan dalam konseling bersifat interpersonal. Hubungan konseling terjadi dalam bentuk wawancara secara tatap muka antara konselor dengan klien. Dalam proses konseling, kedua belah pihak hendaknya menunjukkan kepribadian yang asli. Hal ini dimungkinkan karena konseling itu dilakukan secara pribadi dan dalam suasana rahasia.

Ø    Keefektivan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dan kliennya. Dilihat dari segi konselor, hubungan itu bergantung pada kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik konseling dan kuaitas pribadinya.