Kamis, 17 Mei 2012

Meneladani Kiprah Risma Membangun Surabaya

Oleh Anisa

Perempuan dan politik seringkali dianggap sebagai dua hal yang berlainan. Dunia politik identik dengan persaingan yang keras dan konspiratif sedangkan perempuan sering dinilai sebagai makhluk yang lemah dan terbelakang. Tidaklah heran bila perempuan yang bisa memiliki pengaruh kuat di birokrasi tanah air masih jarang ditemui. Selain dikarenakan kondisi sosial budaya tanah air yang masih mendukung sistem patriarki, masihlah sedikit jumlah perempuan yang berani berpikir di luar kotak untuk membuktikan kemampuannya.

Dalam sebuah hadits dijelaskan, wanita adalah tiang negara. Hancur atau majunya suatu negara tergantung bagaimana kondisi perempuan yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, parameter kemajuan sebuah negara juga tidaklah lepas dari bagaimana kualitas sumber daya perempuannya. Di beberapa negara, kehadiran perempuan di ranah politik sering kurang mendapatkan apresiasi dan dukungan positif. Padahal jika perempuan benar-benar kompeten dalam bidangnya, mereka pun pasti bisa merubah dunia.


Salah satu sosok perempuan tangguh yang mengabdikan hidupnya kepada negara dan patut untuk diteladani adalah Tri Rismaharini. Nama perempuan ini tercatat sebagai kandidat Wali Kota Terbaik Dunia Versi The City Mayors Foundation. Risma, begitu dia biasa disapa, telah menjabat sebagai walikota Surabaya sejak tahun 2010. Sepak terjang mantan Kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya ini telah lama mencuri perhatian publik. Meski perempuan, Risma tak kalah tangguh dari laki-laki. Ia dikenal keras kepala dan tak kenal kompromi dalam bersikap. Hal ini kerap membuat dia menjadi kurang disenangi oleh kalangan DPRD Surabaya. Risma adalah seorang walikota yang berani menentang keras pembangunan tol tengah Surabaya. Ia menilai proyek tersebut tidak akan mampu mengurangi kemacetan dan malah akan membuat Surabaya semakin semrawut.

Pada awal tahun 2011, Risma hampir saja kehilangan jabatan yang baru dilakoni selama setahun. Ia dianggap telah melanggar peraturan perhitungan nilai sewa reklame karena telah menaikkan pajaknya sebesar 25%. Langkah ini dilakukan karena Risma tidak ingin Surabaya menjadi hutan reklame yang juga bisa membahayakan pengguna jalan. Lebih lanjut, Surabaya yang dikenal sebagai kota yang keras dan panas pun akhirnya perlahan berbenah. Ini semua tak lepas dari perhatian sang walikota yang begitu dalam. Wajah bringas Surabaya telah dipermak lewat pembangunan taman-taman di berbagai tempat. Taman-taman tersebut kemudian dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi gratis bagi warga Surabaya yang kurang mampu atau jenuh jalan-jalan di Mall.

Begitulah sosok Risma yang dicintai oleh warganya mengemban amanat dari hari ke hari. Kiprah Risma sebagai walikota Surabaya adalah sebuah representasi tokoh Kartini di zaman kini, bahwa perempuan bukanlah kelompok subordinat dalam sebuah komunitas sosial. Dengan meneladani sepak terjang Risma, perempuan dengan sifat yang lemah lembut bisa diandalkan sebagai tumpuan harapan bagi dunianya.

Perjuangan Risma maupun perempuan tangguh lainnya akan selalu dilalui dengan penuh tantangan dan proses yang tidak mudah. Hal sederhana yang perlu kita ingat adalah emansipasi wanita diperjuangkan bukan demi menjadi lebih dominan dari laki-laki, tetapi untuk berdiri sejajar dengan mereka. Perempuan seperti Risma layak menjadi figur yang pantas dicontoh oleh semua orang. Perempuan tidak perlu merasa segan untuk berpartisipasi politik dan berkompetisi dengan laki-laki jika mereka memang ingin mengabdi kepada negara demi mewujudkan sebuah perubahan yang lebih baik.


Tidak ada komentar: