A. ketentuan azan dan iqamah
Azan adalah panggilan untuk menunaikan shalat fardu secara berjamaah. Pada masa Rasulullah saw, azan shalat fajar dilakukan dua kali, yaitu azan pertama sebelum masuk subuh (sekitar masuk makan sahur) dan azan yang kedua pada saat masuk waktu subuh. (Ibrahim, 2008:42)
Iqamah dikumandangkan sebagai pertanda shalat berjamaahakan segera dimulai. Sebelum mengumandangkan azan, seorang muazin hendaklah mengetahui adab-adab melaksanakan azan.
Adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama’ adalah sebagai berikut:
1. Muazin hendaknya tidak menerima upah
2. Muazin harus suci dari hadas besar, hadas kecil dan najis
3. Muazin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan azan
4. Ketika membaca hayya ‘ala as-shalah, muazin menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kanan. Kemudian ketika membaca hayya ‘ala al-falah, muazin menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kiri.
5. Muazin memasukkan dua anak jarinya ke dalam kedua telinganya.
6. Muazin hendaknya bersuara nyaring.
7. Muazin tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan azan.
8. Setelah mengumandangkan azan, muazin hendaknya berdoa (doa setelah azan). (Ibrahim, 2008:42)
Azan dan iqamah hendaknya dikumandangkan oleh seorang laki-laki, kecuali jika shalat jamaahyang akan dilakukan semuanya terdiri atas kaum perempuan. Hal tersebut pernah dilakukan Aisyah r.a.
Sebagai orang Islam, setiap mendengarkan azan seyogyanya membiasakan hal-hal berikut:
1. Kita sebaiknya menghentikan kegiatan dan bersegera bersiap-siap untuk mendirikan shalat berjamaah di masjid.
2. Kita disunnahkan menirukan azan yang dikumandangkan muazin.
3. Setelah azan selesai dikumandangkan, maka segera membaca doa setelah azan.
4. Kita bersegera mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat wajib. (Ibrahim, 2008:44)
B. Ketentuan shalat berjamaah
1. pengertian shalat berjamaah
Secara bahasa, kata jamaah berarti kumpulan atau bersama-sama. Menurut istilah, shalat jamaah adalah shalat yang dilakukan secar bersama-sama oleh dua orang atau lebih, salah satunya menjadi imam, sedangkan lainnya menjadi makmum. Dengan demikian, shalat berjamaah sekurang-kurangnya dilakukan oleh dua orang. (Ibrahim, 2008:45)
2. hukum shalat berjamaah
Hhukum shalat berjamaah adalah sunnah muakad (sunnah yang dikuatkan), artinya shalat secara berjamaah sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. (terutama bagi kaum lelaki) dan dilakukan di masjid. (Ibrahim, 2008:46)
3. syarat imam dan makmum
Imam adalah pemimpin. Imam dalam shalat adalah orang yang memimpin shalat dan berdiri paling depan atau di depan makmum. Gerakan-gerakan seorang imam dalam shalatberjamaah harus diikuti oleh makmum. (Ibrahim, 2008:47)
Yang dijadikan ukuran untuk memilih seorang imam menurut H.R. Muslim dari Abi Mas’ud al-Ansari adalah sebagai berikut:
a. kemampuannya dalam kitab suci Al-Qur’an (baik bacaannya maupun banyak hafalannya)
b. Kemampuan dalam hadis Nabi Muhammad saw.
c. Siapa yang paling dahulu melakukan atau ikut hijrah ke Madinah al-Munawarah atau lebih dahulu masukIslam.
d. Orang yang tertua usianya diperkirakan lebih khusyuk dalam memimpin shalat berjamaah. (Ibrahim, 2008:47)
Di samping hal-hal di atas, imam hendaknya bersikap sebagai berikut:
a. Memperhatikan (membetulkan atau meluruskan) saf shalat jamaah sebelum shalat dimulai.
b. Bijak dalam memimpin shalat jamaah, misalnya tidak terlalu panjang dalam membaca surah ataupun yang lainnya, terutama apabila jamaahnya ada yang tua, muda, dan anak-anak.
c. Kaum perempuan tidak dibolehkan menjadi imam bagi kaum laki-laki. Rasulullah bersabda “Janganlah seorang perempuan menjadi imam bagi kaum lelaki.” (H.R. ibnu Majah dari Jabir ibn Abdillah) (Ibrahim, 2008:48)
makmum berarti orang yang diimami atau orang yang dipimpin dalam shalat berjamaah. Makmum dalam shalat berjamaah hendaknya memiliki perasaan senagn dan ikhlas kepada imam sebagai pemimpin shalat berjamaah. Untuk menjadi makmum diperlukan syarat, diantaranya sebagai berikut:
a. berniat menjadi makmum
b. posisi makmum tidak boleh menjorok ke depan melebihi imam.
c. gerakan makmum harus mengikuti imam, tidak boleh mendahului.
d. shalat makmum harus sama dengan imam.
e. laki-laki tidak sah menjadi makmum apabila imamnya perempuan. (Ibrahim, 2008:48)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar